Laman

Sabtu, 08 Juni 2013

Lolombulan Wow


Semenjak rapat perdana sanggar tumondei minahasa selatan di adakan, kami menyepakati  dalam rapat program kerja salah satunya kami akan mengadakan expedisi. Dan expedisi yang pertama akan di laksanakan di gunung lolombulan.
sedang memebuat makan malam
Dari tondano saya dan billy dan vikson wongkar akan mudik ke desa tondei untuk menyukseskan program yang sudah kami sepakati sebelumnnya. Kira-kira jam 12. 00 kami tiba di desa tondei yang kami cintai. Tak lama beristirahat billy yang dengan begitu semangatnya langsung mendatangi rumahku, dan langsung mengajakku untuk pergi ke rumah Iswadi dan Iswan yang adalah tonaas wangko dan tua inlukar di sanggar tumondei minahasa selatatan. Setelah mendengar pernyataan dari  Iswan dan Iswadi bahwa mereka sudah siap untuk berangkat menuju ke lolombulan. Saya dan bily langsung menuju ke rumah vikson dan langsung menginformasikan bahwa akan melaksanakan expedisi, dan tak lupa kami mengajak tonaas Glendi wongkar.

setelah kami terkumpul, kami segera memastikan kembali bekal  yang akan kami bawa, dan Karena di situasi saat itu hujan turun dengan begitu lambat (gerimis) seorang dari kami mengatakan bahwa tidak usah membawa air terlalu banyak karena terik matahari tidak menyengat. tapi seorang dari kami yang sudah mempunyai pengalaman mendaki gunung mengatakan bahwa air sangatlah penting. Dan saya memutuskan mengikuti aturan dari seorang yang sudah mempunyai pengalaman tersebut. Akhirnya expedisipun di mulai. Perjalanan yang di temani oleh gerimis tak membuat galau, bahkan semangat semakin berapi-api. Dalam perjalan Iswan selalu memotret rumput-rumput yang bentuknya sangat indah. Kami melewati tempat dimana burung manguni memberikan tanda pada beberapa tahun lalu bahwa tempat yang kami tinggalkan sekarang yaitu desa tondei bisa di tinnggali. Saat ini kami mendengar bahwa seorang dari kami pernah menaklukan gunung lolombulan, glendi mengatakan dia bersama kawan-kawannya 3 tahun lalu pernah menaklukan lolombulan. Ketika kami mendegar pernyataan tersebut kami semakin semangat, jalur yang nantinya kami lewati memang ada dan kami tidk akan membuat jalan yang baru.
Perjalanan awal menaklukan lolombulan yaitu kami  harus melewati perkebunan rarem dan disitu kami mendapti ada tepat membuat gula aren. Rambut yang seperti tarzan, jenggot yan seperti ahmad dhani membuat saya takut melihat sesosok pria yang tinggal di tempat itu dan yang paling mengagetkan pria yang membuat gula aren itu adalah masyarakat desa yang saya tempati, tetapi saya tidak mengenalinya bahkan baru kali itu saya melihat wajahnya. Pria itu berkata bahwa hanya dengan membuat gula aren dia bisa membiayai keluarganya yang kecil. “pohong seho kita pe sumber energy hari esok”! saat itu saya teringat dengan slogan brenti jo bagate. Selalnjutnya,kami bertanya kepada bapak itu dimana rute yang akan kami tempuh agar cepat sampai di puncak lolombulan dan bapak itu menjelaskan jalan yang akan kami lewati juga dia tidak lupa mengingatkan kami bahwa jangan berteriak jika sudah berada di hutan lolombulan. Kami tidak tahu mengapa demikian yang pasti pikiran kami adalah bagaimana menaklukan lolombulan.
Rute pertama memasuki hutan lolombulan yaitu kami harus melewati sungai yang airnya  dingin seperti ec dan baru kali ini saya melewati kuala yang dingin seperti ec. Saya berpikir air yang mereka jual ke investor asing adalah salah satu cara membunuh perlahan masyarakat untuk kepetingan kapitalis, tak lupa kami membawa air sebagai persediaan untuk kami bawa sampai di puncak lolombulan. Dalam perjalanan kami melintasi rute yang begitu curam, kami melewati jalan yang digunakan para pemburu yaki, tikus, kuse dan lain sebagainya. Harusnya hewan yang ada di gunung lolombulan harus dilindungi karena jika sering di buruh maka populasi-populasinya akan punah. Ketika kami berada di tengah perjalanan, kami mendapati ada sekelompok wolay yang sedang asik bermain atau mungkin mereka tidak mengizinkan kami melintasi tempat tinggal mereka  atau…. Perjalan kami teruskan sampai jam menunjukan 16.30. seorang dari kami mengatakan bahwa kami harus beristirahat di tempat ini dan langsung membuat tenda untuk menginap sampai besok, ketika mendengar hal tesebut kami sangat setuju dengan usulan dari Iswan karena rasa lelah sudah mulai terasa dan kamipun langsung membagi tugas yaitu membuat tenda, membuat makan malam dan mencari kayu bakar.
Selanjutnya, setelah semua selesai kami langsung menyalakan lentera yang kecil namun bisa menerangi tempat dimana kami tempati. Makan malam usai dan kami langsung membuka buku AD/ART sanggar tumondei minahasa selatan (STMS) untuk memahami kembali apa yang ada di dalam. Setalah itu kami langsung membagi tugas untuk berjaga malam.
Dinginnya lolombulan membuat kami merasa tidak nyaman dalam tidur sampai rasa lapar merasukiku sampai pagi. Ketika terang mulai terlihat kami langsung bergerak dan bersiap melanjutkan perjalanan menaklukan lolombulan. Sepanjang perjalanan kami selalu memasang pita di setiap rute yang kami lewati karena jalan yang Glen lewati sudah tidak ada lagi karena itu, kami membuat jalan yang baru. Saya berpikir apa maksud dari memasang pita di setiap jalur yang di lewati, hmmmp mungkin ketika kami tersesat kami bisa mencari kembali pita tersebut. Tak lama bejalan kami mendapati jalan yang sudah tidak menanjak huuhhh akhirnya kami sudah sampai di puncak lolombulan dan kami melihat jejak hewan yang mungin sedang bermain, apa mungkin ini tempat rekreasi meraka? Kami berjalan terus mencari tempat yang baik untuk beristirahat. Ketika kami mendapat tempat untuk beristirahat rasa lapar kami mulai terasa dan di saat itupun kami langsung membuat sisa bekal makanan yang dibawa. Mencuri waktu sesekali saya membersihkan kotoran yang ada di tubuh saya dan ketika saya melihat kearah kaki saya ada banyak kotoran yang menempel, saat itu juga saya langsung membersihkannya dan yang mengagetkan saya adalah kotoran yang ada di kaki saya itu adalah lintah yang sudah semakin membesar dan banyak menempel di kakiku seketika itu saya ingin sekali berteriak tetapi saya masih mengingat pesan yang sudah kami dengar sebelumnya bahwa kami tidak boleh berteriak jika berada di hutan lolombulan. Lintah ini sangat sulit di singkirkan jika kita langsung menariknya saja, Swadi mengatakan bahwa jika ingin harus tarik dengan penuh kelembutan dan penuh kasih sayang. Dan ketika mereka melihat lintah, Vikson, billy, glen, Iswan dan Iswadi langsung membuka seluruh pakaian mereka dan melihat apakah lintah itu berada pada mereka atau tidak. Setelah tu kami langsung makan bekal yang sudah di buat.
Sementara kami menikmati makanan, kami melihat di sebelah kiri kami masih ada puncak yang jauh lebih tinggi dari tempat yang sedang kami tempati. Dan saat itu juga Glen langsung mengatakan kepada kami bahwa puncak lolombulan belum di taklukan. Rasah lelah membuatku ingin berhenti dan langsung kembali ke rumah, tetapi semangat dari teman-teman yang lainlah yang menbuatku berpikir untuk melanjutkan perjalanan dan menaklukan lolombulan. Setelah selesai menikmati makanan pagi, kami langsung cepat-cepat melanjutkan perjalanan. Dan memang saat itu saya berpikir lintah sementara melancarkan aksinya karena ada banyak darah yang segar yang sedang beraktivitas. Perjalanan di lanjutkan dengan melintasi jalan yang menurun dan persediaan air kami sudah habis rasa haus semakin menyiksaku tetapi saya tidak ingin terpisah dari teman-teman yang sudah berada di depan saya. Jalan yang begitu banyak jebakan hewan terus kami lewati sampai kami mendengar ada suara air yang mengalir dengan begitu cepatnya dan bunyi itu membuatku
legah karena akan segera menyegarkan tenggorokanku. Ketika kami sampai di aliran sungai itu, ternyata sungai itu adalah tanda bahwa kami akan segerah menanjak untuk mencapi puncak lolombulan. Kami berhenti sejenak di aliran sungai itu dan memeriksa apakah masih ada lintah di tubuh kami atau tidak. Saya memperhatikan telinga Iswan dari arah kurang dari satu meter dan saya langsung mengambil lintah yang hampir masuk di telingnya. “bae ngana da lia, amper rewong da maso di telinga pa kitya”, begitulah kata yang keluar dari mulut tonaas wangko sanggar tumondei menahasa selatan itu. Perjalanan menanjak akan kami lewati dan waktu berada kira-kira 50 meter dari sungai, kami mendapatkan pohon yang besar yang sudah di potong oleh para penebang hutan liar, mungkin itu sisa kayu yang tidak di bawa. Apa jadinya jika penebangan liar terjadi di hutan yang di lindungi? Masa depan kita akan sia-sia jika pasokan air sudah tidak ada! Dalam pendakian kami melewati hutan yang penuh dengan berbagai duri yang tajam yang siap masuk dalam setiap kaki yang tidak perhatian, tidak focus dalam berjalan. Dan buktinya karena saya sudah tidak fokus saya mengalami kecelakaan yang hampir merusak kedua bola mata, mungkin karena pengaruh kelelahan atau hmmmp…
Kelelahan Iswadi tidak bisa di tutupi lagi, buktinya dia selalu tertinggal dan kami sangat memaklumi itu karena dia membawa keril yang besar dan berisi barang-barang yang berat. Saya memutuskan untuk berjalan di belakangnya dan mengikuti kecepatan langkahnya. Tak sadar kami mulai terpisah dengan glen, vikson, dan iswan saat itu kami sudah mendapat jalan yang rata “mugkinkah ini puncak  lolombulan?” kami terus berjalan dan kami melihat masih ada lagi sekitar 50 meter untuk mencapai puncak. Huuuufft saya melihat Iswadi sudah mulai pucat, hahhaha…. Kami terus berjalan dan sampai di puncak lolombulan kami sudah tidak bersama dengan iswan, anto, dan glen, saat itu rasa takut sudah mulai datang. Saya ingin berteriak namun saya mengingat pesan yang di katakan oleh bapak yang kemarin.
Di puncak lolombulan ada banyak jalan yang mengarah untuk turun ke gunung, ketika melihat hal tersebut Iswadi sudah tidak lagi menghiraukan pantangan yang di katakan, dan saat itu dia langsung berteriak memanggil yang lainnya dan viksonpun langsung membalas panggilannya, dan kami langsung bertemu di jalan yang sama untuk menurungi gunung dan perjalanan pulang kami melewati roong malola. Hufffttt perjalanan yang melelahkan.

                                                                                                            May 24, 2013

Tidak ada komentar: