Hari ini dimulai disaat
fajar mulai menyingsing di sebelah timur, gunung lolombulan yang megah berdiri
tegak dan menghalangi matahari yang mulai memberikan cahaya. Beginilah
keseharian seorang ibu yang mengurusi 5 orang anak bangun disaat subuh dan menyiapkan makanan
untuk suami yang akan berangkat ke kebun untuk membuat gula batu. Paginya dia mengurus ke 3 anak yang akan sekolah
sementara dua yang lain suda lulus sd. Dalam benak keluarga ini sekolah cukup
sampai disaat sudah tahu membaca, menulis, dan menghitung.
Setelah jam menunjukan
setengah sepuluh, wanita yang berumur 54 tahun itu kembali menyiapkan makan
siang untuk Yansen yang sementara membuat gula batu di kebun. Setelah makan
siang selesai di buat diapun mengantarnya dengan menggunakan kedua kaki yang
Nampak di betisnya urat-urat besar muncul di permukaan kulit, hal seperti ini
tak dihiraukanya karena menurutnya itu biasa terjadi pada wanita yang sering
mengangkat beban yang berat. Dalam perjalanannya wanita ini sering bernyanyi
demi menghibur diri dalam perjalanannya sampai tak disadariya dia sudah sampai
di tampa gula.
“Tabea,” seru Altce
kepada Yansen yang sementara temongka.
“tabea, kase jo di
dekat tampa dudu itu kong ator jo Kamari tu makanan” seru Yansen yang terlihat
rasa laparnya itu. Altcepun segera menyajikan makanan itu tanpa memikirkan
kelelahannya karena baru saja tiba. Bagi dia adalah keluarga yang utama apalagi
dalam membantu suami yang sementara mencari uang.
“kiapa reeng baru
datang nge?” seru Yansen sambil
mengambil makanan.
“yah kasiang nga tahu
tu Obrin baru ja skolah kong da iko dulu rapat orang tua murid dulu jadi da ta
lat” jawab wanita dengan senyum tipis
namun mempesona itu.
Matahari sudah terlihat
condong ke barat dan tiba bagi Altce untuk bersedia pulang ke kampung namun
sebelumnya dia akan mencari kayu bakar. Yansenpun segera melanjutkan
pekerjaannya yaitu akan batifar. “sudah
joba potong kayu sayang. Sana ehh so ada kita da potong itu jo ngana bawa.
Hati-hati di jalang ne” cakap si Yansen dengan penuh kasih sayang.
Si Altce-pun langsung
menyambungnya “iyo makase neh angko le satu ba hati-hati ja nae seho”
Keduanyapun saling
senyum dan berpisah yang satu kearah selatan menuju tampa ba tifar, yang satunya menuju ke kampung dengan membawa kayu bakar.
Sesampainya di rumah
sejenak Altce beristirahat duduk sejenak dan berkata “Dei, minta api jo mama’
mo momasa dari so nda lama ki’ing papa so mo datang kong blum ada kopi”
“tunggu kwa eh ma’
masih ada kitia da beking nda lama” seru anak perempuan satu-satunya itu.
“satu ehh” jawab Altce
dengan nada yang sedikit lebih keras.
Ketika nada sudah di
naikan seperti itu Dei mengetahui ibunya sudah mulai marah.
“iyo re yah ta somo
minta api”
Malamnya setelah mereka
selesai makan malam Altce menyiapkan diri untuk beradah kolom dan diapun pergi
bersama Yansen. Dalam khotbah penatua itu disampaikan jangan ada padamu ilah
lain selain Tuhan yang di sambah dan jika demikian kau melanggarnya kau adalah
orang yang sesat dan dianggap tidak bertuhan. Selesai beribadah mereka saling
berjabat tangan dan didalam jabat tangan itu disisipi uang mulai dari sepuluh
ribu sampai limapulu ribu. Setelahnya mereka pulang dan dalam perjalanan pulang
si Harce dari arah jau terlihat tergesa-gesa menuju di hadapan Altce dan
Yansen. “Kiapa ngana Harce so turupa apa ona lari-lari?” Tanya Yansen.
“mana tu papa Saul na
Altce? So penting skali ini. Napa tu Yoni da jatung di pohong kata reeng kong
dorang baru da tondongang tadi Cuma so dirumah no dia. Dimana tu papa” ucap
Harce dengan expresi muka yang pucat dan tergesa-gesa. Mendengar hal itu Altce
pun langsung mengantar Harce menuju orang tuanya itu.
Saul adalah pria
satu-satunya di kampung yang boleh ba uru
orang pata namun sedikit orang yang bersimpatik padanya hanya karena dia
masih mempertahankan pegangan kanaraman
dari orang tuanya. “papa… pa’ ehh buka dulu e” terdengar tarikan sandal dari
dalam rumah dan Saul-pun membuka pintu Nampak dia masih memakai pakaian adat
dan rumahnya begitu harum kemenyan. Jika seperti ini berarti Saul sedang merawat
pegangannya itu. “kiapa eh Al?” Tanya Saul.
“papa Saul boleh mo pig
lia tu Yoni da dapa karu’ musibah eh” mendengar hal itu diapun menjawab “ado
butulem tadi kwa ada satu tuda jadi besae kita da ator yah da ba kase tanda
karu reen itu. Manjo!” merekaun menuju ke rumah Yoni dan Nampak sudah banyak
orang yang terkumpul dan ketika melihat Saul muka mereka tiba-tiba berubah
menjadi sinis namun dia tetap focus menuju kekamar Yoni. “malam bae” dalam
sapanya itu matanya lagsung tertuju pada Yoni dan melihat musibah Yoni dia
langsung menyuruh istri Yoni mengambil minyak kelapa, tawaang, goraka dan
saketa. Melihathal itu orang-orang yang ada di luar terdengar sedang
mempermasalahkan jika diobati Saul malah akan lebih para dan mereka menginginkan agar langsung dibawa
kerumah sakit. Namun Saul tetap tidak memperdulikannya yang terpennting saat
itu adalah menolong Yoni. Setelah dia mulai memegang kaki dari Yoni diapun
langsung berkata “so butul tu kita pe perasaan kalu ngana ada da baku sedu
akang. Cuma biar jo kase berdoa jo dia supaya da sehat-sehat kong dia so nda mo
ulang” sambil mulai memijat kaki Yoni.
Kesokan harinya,
seperti biasa Altce menyiapkan makanan untuk di bawa ke kebun untuk makan siang
dari Yansen yang sudah pergi sejak subuh. Dalam pikiran Yansen masih terbawa
olehnya tentang ayahnya yang menolong orang yang kesusahan seperti Yoni. Dia
mulai berpikir untuk mengikuti jejak ayahnya dalam membantu banyak orang tapi
dia masih takut di cap oleh gereja bahwa dia ini menduakan tuhan. Namun hal
seperti itu sudah tak dihiraukannya, di dalam pikirannya hanyalah ingin
meneruskan pekerjaan ayahnya dalam menolong orang.
Altce pun tiba dengan
keceriaannya seperti hari kemarin dan setelah itu Yansen langsung mengajaknya
berbicara tentang pikirannya tadi yaitu untuk meneruskan pengetahuan dari
ayahnya itu. Sempat mereka saling tidak bercocok pikiran karena masih
terpengaruh dengan doktrin gereja namun mereka mendapat kesimpulan bahwa mereka
Altce bersedia mengantarnya pada ayahnya untuk membicarakan hal itu.
Setelah mereka selesai
makan malam, merekapun bersedia menuju rumah ayah mereka yang tidak terlalu
jauh. Sesampainya dirumah mereka langsung duduk dan tanpa basa-basi Yansen
langsung membicarakan hal mulia yang ingin dia lakukan itu. Begitu banyak
penjelasan yang di kemukakan oleh Yansen dan Saulpun sudah memahami bahwa niat
mulianya itu patut di hargai. Dan jawabannya terhadap Yansen adalah “eh alo
deri reeng bagitu kita senang skali ngana suka moba tolong orang Cuma kita mo
bilang itu kwa mo datang sandiri di mimpi bukang kita yang kase mar tu tete
manis. Kalu memang ngana suka jangan tolak itu kong beking kasana tu bagus kong
jang lupa ja berdoa”
Mendengar hal itu
keyakinan akan pemberian yang maha kuasa terhadap Yansen akan datang lewat
mimpi dan pulanglah mereka dan beristirahat.
“tabea eh kakarapi nio
aweang iwe’eku a ico sa re’ ico masale’ temulung tou ang kayobaan anio… “
“dalam nama Yesus yang
berkuasa! Sapa ngana pigi bajao ngana” diapun berlari dengan begitu cepat dan
ketika dia menoleh kebelakang mereka tepat di belakangnya dan ingin memberikan
sesuatu Sampai akhirnya dia terbangun.
“Yansen, bangong dulu
eh da mimpi jaha kita”
“kiapa ngana e?”
“kita da mimpi ada
banyak skali orang pendek da ba dekat kong ada dia mo kase pa kita abis itu dia
bilang ‘ada kita mo kase pa ngana kalu reeng ngana suka mob a tolong orang di
bumi …’ masih ada lagi laeng-laeng dia da bilang mar kita so langsung da straf
kong kita kine lari abis itu tabangong”
“so ngana karu reen tu
da dapa pilih eh kiapa ngana da tolak papa da bilang jangan tolak kalu memang
suka moba bantu orang”
“ih itukan ngana bukang
kita yang da ba minta”
“Cuma ngana nda suka so
moba bantu orang dang? Ngana ini ehh apa reen tu pa angko pe pikiran eh?”
tanyaa Yansen.
Tanpa menjawab
pertanyaan itu sebenarnya dalam lubuk hati dari Altce ingin menerima itu namun
dia masih terbawa dengan pikirannya tentang apa yang nanti akan gereja katakana
terhadapnya.
Tataaran, Minahasa 30,
Agustus-2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar