Laman

Rabu, 23 November 2016

ALTCE SUAL



Hari ini dimulai disaat fajar mulai menyingsing di sebelah timur, gunung lolombulan yang megah berdiri tegak dan menghalangi matahari yang mulai memberikan cahaya. Beginilah keseharian seorang ibu yang mengurusi 5 orang anak  bangun disaat subuh dan menyiapkan makanan untuk suami yang akan berangkat ke kebun untuk membuat gula batu. Paginya dia mengurus ke 3 anak yang akan sekolah sementara dua yang lain suda lulus sd. Dalam benak keluarga ini sekolah cukup sampai disaat sudah tahu membaca, menulis, dan menghitung.
Setelah jam menunjukan setengah sepuluh, wanita yang berumur 54 tahun itu kembali menyiapkan makan siang untuk Yansen yang sementara membuat gula batu di kebun. Setelah makan siang selesai di buat diapun mengantarnya dengan menggunakan kedua kaki yang Nampak di betisnya urat-urat besar muncul di permukaan kulit, hal seperti ini tak dihiraukanya karena menurutnya itu biasa terjadi pada wanita yang sering mengangkat beban yang berat. Dalam perjalanannya wanita ini sering bernyanyi demi menghibur diri dalam perjalanannya sampai tak disadariya dia sudah sampai di tampa gula.
“Tabea,” seru Altce kepada Yansen yang sementara temongka.
“tabea, kase jo di dekat tampa dudu itu kong ator jo Kamari tu makanan” seru Yansen yang terlihat rasa laparnya itu. Altcepun segera menyajikan makanan itu tanpa memikirkan kelelahannya karena baru saja tiba. Bagi dia adalah keluarga yang utama apalagi dalam membantu suami yang sementara mencari uang.
“kiapa reeng baru datang nge?” seru Yansen  sambil mengambil makanan.
“yah kasiang nga tahu tu Obrin baru ja skolah kong da iko dulu rapat orang tua murid dulu jadi da ta lat” jawab  wanita dengan senyum tipis namun mempesona itu.
Matahari sudah terlihat condong ke barat dan tiba bagi Altce untuk bersedia pulang ke kampung namun sebelumnya dia akan mencari kayu bakar. Yansenpun segera melanjutkan pekerjaannya yaitu akan batifar. “sudah joba potong kayu sayang. Sana ehh so ada kita da potong itu jo ngana bawa. Hati-hati di jalang ne” cakap si Yansen dengan penuh kasih sayang.
Si Altce-pun langsung menyambungnya “iyo makase neh angko le satu ba hati-hati ja nae seho”
Keduanyapun saling senyum dan berpisah yang satu kearah selatan menuju tampa ba tifar, yang satunya menuju ke kampung dengan membawa kayu bakar.
Sesampainya di rumah sejenak Altce beristirahat duduk sejenak dan berkata “Dei, minta api jo mama’ mo momasa dari so nda lama ki’ing papa so mo datang kong blum ada kopi”
“tunggu kwa eh ma’ masih ada kitia da beking nda lama” seru anak perempuan satu-satunya itu.
“satu ehh” jawab Altce dengan nada yang sedikit lebih keras.
Ketika nada sudah di naikan seperti itu Dei mengetahui ibunya sudah mulai marah.
“iyo re yah ta somo minta api”
Malamnya setelah mereka selesai makan malam Altce menyiapkan diri untuk beradah kolom dan diapun pergi bersama Yansen. Dalam khotbah penatua itu disampaikan jangan ada padamu ilah lain selain Tuhan yang di sambah dan jika demikian kau melanggarnya kau adalah orang yang sesat dan dianggap tidak bertuhan. Selesai beribadah mereka saling berjabat tangan dan didalam jabat tangan itu disisipi uang mulai dari sepuluh ribu sampai limapulu ribu. Setelahnya mereka pulang dan dalam perjalanan pulang si Harce dari arah jau terlihat tergesa-gesa menuju di hadapan Altce dan Yansen. “Kiapa ngana Harce so turupa apa ona lari-lari?” Tanya Yansen.
“mana tu papa Saul na Altce? So penting skali ini. Napa tu Yoni da jatung di pohong kata reeng kong dorang baru da tondongang tadi Cuma so dirumah no dia. Dimana tu papa” ucap Harce dengan expresi muka yang pucat dan tergesa-gesa. Mendengar hal itu Altce pun langsung mengantar Harce menuju orang tuanya itu.
Saul adalah pria satu-satunya di kampung yang boleh ba uru orang pata namun sedikit orang yang bersimpatik padanya hanya karena dia masih mempertahankan pegangan kanaraman dari orang tuanya. “papa… pa’ ehh buka dulu e” terdengar tarikan sandal dari dalam rumah dan Saul-pun membuka pintu Nampak dia masih memakai pakaian adat dan rumahnya begitu harum kemenyan. Jika seperti ini berarti Saul sedang merawat pegangannya itu. “kiapa eh Al?” Tanya Saul.
“papa Saul boleh mo pig lia tu Yoni da dapa karu’ musibah eh” mendengar hal itu diapun menjawab “ado butulem tadi kwa ada satu tuda jadi besae kita da ator yah da ba kase tanda karu reen itu. Manjo!” merekaun menuju ke rumah Yoni dan Nampak sudah banyak orang yang terkumpul dan ketika melihat Saul muka mereka tiba-tiba berubah menjadi sinis namun dia tetap focus menuju kekamar Yoni. “malam bae” dalam sapanya itu matanya lagsung tertuju pada Yoni dan melihat musibah Yoni dia langsung menyuruh istri Yoni mengambil minyak kelapa, tawaang, goraka dan saketa. Melihathal itu orang-orang yang ada di luar terdengar sedang mempermasalahkan jika diobati Saul malah akan lebih para dan  mereka menginginkan agar langsung dibawa kerumah sakit. Namun Saul tetap tidak memperdulikannya yang terpennting saat itu adalah menolong Yoni. Setelah dia mulai memegang kaki dari Yoni diapun langsung berkata “so butul tu kita pe perasaan kalu ngana ada da baku sedu akang. Cuma biar jo kase berdoa jo dia supaya da sehat-sehat kong dia so nda mo ulang” sambil mulai memijat kaki Yoni.
Kesokan harinya, seperti biasa Altce menyiapkan makanan untuk di bawa ke kebun untuk makan siang dari Yansen yang sudah pergi sejak subuh. Dalam pikiran Yansen masih terbawa olehnya tentang ayahnya yang menolong orang yang kesusahan seperti Yoni. Dia mulai berpikir untuk mengikuti jejak ayahnya dalam membantu banyak orang tapi dia masih takut di cap oleh gereja bahwa dia ini menduakan tuhan. Namun hal seperti itu sudah tak dihiraukannya, di dalam pikirannya hanyalah ingin meneruskan pekerjaan ayahnya dalam menolong orang.
Altce pun tiba dengan keceriaannya seperti hari kemarin dan setelah itu Yansen langsung mengajaknya berbicara tentang pikirannya tadi yaitu untuk meneruskan pengetahuan dari ayahnya itu. Sempat mereka saling tidak bercocok pikiran karena masih terpengaruh dengan doktrin gereja namun mereka mendapat kesimpulan bahwa mereka Altce bersedia mengantarnya pada ayahnya untuk membicarakan hal itu.
Setelah mereka selesai makan malam, merekapun bersedia menuju rumah ayah mereka yang tidak terlalu jauh. Sesampainya dirumah mereka langsung duduk dan tanpa basa-basi Yansen langsung membicarakan hal mulia yang ingin dia lakukan itu. Begitu banyak penjelasan yang di kemukakan oleh Yansen dan Saulpun sudah memahami bahwa niat mulianya itu patut di hargai. Dan jawabannya terhadap Yansen adalah “eh alo deri reeng bagitu kita senang skali ngana suka moba tolong orang Cuma kita mo bilang itu kwa mo datang sandiri di mimpi bukang kita yang kase mar tu tete manis. Kalu memang ngana suka jangan tolak itu kong beking kasana tu bagus kong jang lupa ja berdoa”
Mendengar hal itu keyakinan akan pemberian yang maha kuasa terhadap Yansen akan datang lewat mimpi dan pulanglah mereka dan beristirahat.
“tabea eh kakarapi nio aweang iwe’eku a ico sa re’ ico masale’ temulung tou ang kayobaan anio… “
“dalam nama Yesus yang berkuasa! Sapa ngana pigi bajao ngana” diapun berlari dengan begitu cepat dan ketika dia menoleh kebelakang mereka tepat di belakangnya dan ingin memberikan sesuatu Sampai akhirnya dia terbangun.
“Yansen, bangong dulu eh da mimpi jaha kita”
“kiapa ngana e?”
“kita da mimpi ada banyak skali orang pendek da ba dekat kong ada dia mo kase pa kita abis itu dia bilang ‘ada kita mo kase pa ngana kalu reeng ngana suka mob a tolong orang di bumi …’ masih ada lagi laeng-laeng dia da bilang mar kita so langsung da straf kong kita kine lari abis itu tabangong”
“so ngana karu reen tu da dapa pilih eh kiapa ngana da tolak papa da bilang jangan tolak kalu memang suka moba bantu orang”
“ih itukan ngana bukang kita yang  da ba minta”
“Cuma ngana nda suka so moba bantu orang dang? Ngana ini ehh apa reen tu pa angko pe pikiran eh?” tanyaa Yansen.
Tanpa menjawab pertanyaan itu sebenarnya dalam lubuk hati dari Altce ingin menerima itu namun dia masih terbawa dengan pikirannya tentang apa yang nanti akan gereja katakana terhadapnya.


Tataaran, Minahasa 30, Agustus-2015

Tidak ada komentar: