Laman

Jumat, 30 Juni 2017

SEJUTA CINTA UNTUK KELABAT





Saat Berada di Pos II
Perjalanan hari ini adalah menggapai puncak yang tertinggi di Sulawesi utara. Segala macam persiapan sudah dibuat malam sebelum keberangkatan. Kamis, 29 Maret 2014 perjalan dimulai dari Tataaran menuju Air Madidi, tempat dimana kami akan memulai langka kaki yang tak mengenal lelah. Saya dan beberapa teman sanggar tumondei minahasa selatan saat tiba di Air Madidi langusung disapa oleh hujan lebat yang berangsur redah saat kami melapor di kepolisian bahwa kami akan melaksanan pendakian selama kurang lebih tiga hari.
            Setelah perjalanan dimulai, kami salah melewati jalur dan akhirnya kami tiba di puncak Kaki Dian. Kaki Dian adalah Salah satu lokasi Wisata Religi yang ada di Minahasa Utara dengan ketinggian menara mencapai 19 meter. Berberbentuk Kaki Dian dengan 7 cabang lampu di ujung menara yang dilengkapi oleh fasilitas listrik tenaga surya sehingga dapat menyalakan 7 lampu pada ujung menara kaki dian. Bagian kaki menara berukuran 8 x 8 meter dan berada di atas ketinggian 620 meter dari permukaan laut yang terletak di salah satu bagian perbukitan Gunung Klabat. Objek wisata religius ini pun disebut-sebut sebagai menara Kaki Dian terbesar dan tertinggi di dunia.
Kepompong :D
            Kembali kami menurun bukit mencari jalan yang benar yang menghantarkan kami ke gunung gunung Klabat yang merupakan puncakyang  ketinggiannya mencapai sekitar 2100 meter. Gunung ini oleh masyarakat Tonsea (Minahasa Utara) disebut juga Gunung Tamporok. Gunung ini merupakan objek wisata alam dan dapat ditelusuri mulai dari Airmadidi (Ibu Kota Kabupaten Minahasa Utara). Gunung ini merupakan gunung api yang tidak aktif lagi. Puncak Gunung Klabat ini mempunyai kepundan berbentuk danau kecil dengan air yang sangat jernih. Mendaki gunung klabat melalui daerah air madidi ditempuh sekitar 8 jam perjalanan.
            Setelah kami menemukan jalur yang akan dilalui benar, hujan deran menemani langkah kaki yang lelah saat jam menunjukan 17.00 pm, kami memutuskan perjalanan dihentikan dan bermalam di pos dua. Membutuhkan 120 menit untuk sampai di pos dua. Carrier yang berada di pundakku kini tak lagi kering dan semua barang yang ada didalam basah, mulai dari pakaian, beras, dan lain-lain. Sementara hujan belum memberikan tanda untuk redah, kamipun sesegera mungkin mendirikan tenda yang terpal yang berukuruan 2x3. Bagiku disinilah ajal akan menjemputku, mati dalam perjalanan bunuh diri ini. Mengapa tidak apapun yang ada di badan semuanya basah dan rasanya ingin membeku. Kayu yang basah membuat api yang kami buat seolah tak mau menghangatkan badan yang hampir beku ini.
Hutan Kelabat
            Tidur yang tak nyenyak ini, akhirnya terbangun dengan kedinginan yang menggila saat jam menunjukan 03.00 am keputusanku untuk keluar dan sebelumnya ada juga teman yang sudah lebih dulu keluar memaksa menghidupkan api. Setelahnya saat mentari malu-malu menapakan diri, semua kami sudah terbangun dan bersiap melanjutkan perjalan namun, sebelumnya kami smokol (sarapan).
            Masih ada 4 pos yang akan kami lalui untuk menggapai puncak yang meraka sebut sebagai surga diatas awan Sulawesi utara. Membutuhkan 30 menit untuk mencapai pos 3 maupun pos 4 di pos itu kami melewati tangga helikopter (biasa disebut oleh para pendaki). Dibenakku bertanya-tanya seperti apa tangga helikopter ini saat melewatinya, ternyata tangga heli kopter adalah medan yang ssulit yang harus dilalui lantaran kaki dan tangan harus digunakan dengan hati-hati jika tidak akan menimbulkan masalah tetapi yang membingungkanku, kenpa mereka menyebutnya tangga helicopter.
Puncak Kelabat
            Setelah tiba di pos 5 kuputuskan untuk beristirahat sementara beberapa teman sudah melanjutkan perjalan. Antara pos 5 dan pos 6 saya dipertemukan dengan yaki yang bergantungan sendirian di pohon besar. Keindahan ini jarang ditemui oleh pendaki gunung kelabat. Setelah sampai di pos 6. Pos 6 adalah pos perhentian dan tempat para pendaki membangun tenda karena puncak kelabat 100 meter lagi sudah sampai. Kami tak menemukan tempat untuk membangun tenda lantran tempat-tempat disitu sudah full oleh para pendaki lain. Keputusan kami adalah menginap di puncak yang dinginnya menusuk hidung ini.

Jufri, Chaves, Glen, Riski, Charly, Rianto, Della, Yanli
            Akhirnya kami sampai di gunung yang terlihat jelas dari arah Manado d Tondano ini.  Kelelahan kami terbayarkan oleh keindahan ciptaan Tuhan ini. Demikian perjalanan klabat. Klabat diambil dari bahasa Minahasa "Kalawat" dialek Tonsea "Kalabat". Kalawat adalah nama dari sejenis satwa lokal yang juga disebut babirusa. Kata ini disebutkan oleh para pelaut Portugis "Calabets" sebagai nama gunung di pulau sulawesi, dari kata ini dinamakan sebagai nama pulau yang kemudian Calabes jadi Calabes = Celebes yang menjadi Sulawesi akhirnya kata ini menjadi nama pulau Sulawesi. Baca sejarah Sulawesi oleh David DS Lumoindong.

Tidak ada komentar: