Saat Berada di Pos II |
Perjalanan
hari ini adalah menggapai puncak yang tertinggi di Sulawesi utara. Segala macam
persiapan sudah dibuat malam sebelum keberangkatan. Kamis, 29 Maret 2014
perjalan dimulai dari Tataaran menuju Air Madidi, tempat dimana kami akan
memulai langka kaki yang tak mengenal lelah. Saya dan beberapa teman sanggar
tumondei minahasa selatan saat tiba di Air Madidi langusung disapa oleh hujan
lebat yang berangsur redah saat kami melapor di kepolisian bahwa kami akan
melaksanan pendakian selama kurang lebih tiga hari.
Setelah perjalanan dimulai, kami
salah melewati jalur dan akhirnya kami tiba di puncak Kaki Dian. Kaki Dian
adalah Salah satu lokasi Wisata
Religi yang ada di Minahasa Utara dengan ketinggian menara mencapai 19 meter.
Berberbentuk Kaki Dian dengan 7 cabang lampu di ujung menara yang dilengkapi
oleh fasilitas listrik tenaga surya sehingga dapat menyalakan 7 lampu pada
ujung menara kaki dian. Bagian kaki menara berukuran 8 x 8 meter dan berada di
atas ketinggian 620 meter dari permukaan laut yang terletak di salah satu
bagian perbukitan Gunung Klabat. Objek wisata religius ini pun disebut-sebut
sebagai menara Kaki Dian terbesar dan tertinggi di dunia.
Kepompong :D |
Kembali
kami menurun bukit mencari jalan yang benar yang menghantarkan kami ke gunung gunung
Klabat yang merupakan puncakyang ketinggiannya mencapai sekitar 2100 meter.
Gunung ini oleh masyarakat Tonsea (Minahasa Utara) disebut juga Gunung
Tamporok. Gunung ini merupakan objek wisata alam dan dapat ditelusuri mulai
dari Airmadidi (Ibu Kota Kabupaten Minahasa Utara). Gunung ini merupakan gunung
api yang tidak aktif lagi. Puncak Gunung Klabat ini mempunyai kepundan
berbentuk danau kecil dengan air yang sangat jernih. Mendaki gunung klabat
melalui daerah air madidi ditempuh sekitar 8 jam perjalanan.
Setelah kami menemukan jalur yang
akan dilalui benar, hujan deran menemani langkah kaki yang lelah saat jam
menunjukan 17.00 pm, kami memutuskan perjalanan dihentikan dan bermalam di pos
dua. Membutuhkan 120 menit untuk sampai di pos dua. Carrier yang berada di pundakku kini tak lagi kering dan semua
barang yang ada didalam basah, mulai dari pakaian, beras, dan lain-lain.
Sementara hujan belum memberikan tanda untuk redah, kamipun sesegera mungkin
mendirikan tenda yang terpal yang berukuruan 2x3. Bagiku disinilah ajal akan
menjemputku, mati dalam perjalanan bunuh diri ini. Mengapa tidak apapun yang
ada di badan semuanya basah dan rasanya ingin membeku. Kayu yang basah membuat
api yang kami buat seolah tak mau menghangatkan badan yang hampir beku ini.
Hutan Kelabat |
Tidur yang tak nyenyak ini, akhirnya
terbangun dengan kedinginan yang menggila saat jam menunjukan 03.00 am
keputusanku untuk keluar dan sebelumnya ada juga teman yang sudah lebih dulu
keluar memaksa menghidupkan api. Setelahnya saat mentari malu-malu menapakan
diri, semua kami sudah terbangun dan bersiap melanjutkan perjalan namun,
sebelumnya kami smokol (sarapan).
Masih ada 4 pos yang akan kami lalui
untuk menggapai puncak yang meraka sebut sebagai surga diatas awan Sulawesi
utara. Membutuhkan 30 menit untuk mencapai pos 3 maupun pos 4 di pos itu kami
melewati tangga helikopter (biasa disebut oleh para pendaki). Dibenakku
bertanya-tanya seperti apa tangga helikopter ini saat melewatinya, ternyata
tangga heli kopter adalah medan yang ssulit yang harus dilalui lantaran kaki
dan tangan harus digunakan dengan hati-hati jika tidak akan menimbulkan masalah
tetapi yang membingungkanku, kenpa mereka menyebutnya tangga helicopter.
Puncak Kelabat |
Setelah tiba di pos 5 kuputuskan
untuk beristirahat sementara beberapa teman sudah melanjutkan perjalan. Antara
pos 5 dan pos 6 saya dipertemukan dengan yaki yang bergantungan sendirian di
pohon besar. Keindahan ini jarang ditemui oleh pendaki gunung kelabat. Setelah
sampai di pos 6. Pos 6 adalah pos perhentian dan tempat para pendaki membangun
tenda karena puncak kelabat 100 meter lagi sudah sampai. Kami tak menemukan
tempat untuk membangun tenda lantran tempat-tempat disitu sudah full oleh para
pendaki lain. Keputusan kami adalah menginap di puncak yang dinginnya menusuk
hidung ini.
Jufri, Chaves, Glen, Riski, Charly, Rianto, Della, Yanli |
Akhirnya kami sampai di gunung yang
terlihat jelas dari arah Manado d Tondano ini.
Kelelahan kami terbayarkan oleh keindahan ciptaan Tuhan ini. Demikian
perjalanan klabat. Klabat diambil dari bahasa Minahasa "Kalawat"
dialek Tonsea "Kalabat". Kalawat adalah nama dari sejenis satwa lokal
yang juga disebut babirusa. Kata ini disebutkan oleh para pelaut Portugis
"Calabets" sebagai nama gunung di pulau sulawesi, dari kata ini
dinamakan sebagai nama pulau yang kemudian Calabes jadi Calabes = Celebes yang
menjadi Sulawesi akhirnya kata ini menjadi nama pulau Sulawesi. Baca sejarah
Sulawesi oleh David DS Lumoindong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar